close

vukovar_zene.jpg 

南斯拉夫內戰之一景

 

 

 

扎格拉布*
--Goenawan Mohamad (1941-  ), 羅浩原 譯

獻給沙納納.古斯芒 **

一位婦人走進來,提著個包袱
自扎格拉布遠道而來
一位婦人走進來,提著個包袱,裝著顆人頭
對邊境檢查員說:
「這是我兒子」

她的聲音劈裂在
邊境檢查亭的櫃檯上,人們紛紛側目
天光亦為之一亂

櫃檯上的時鐘此際行將針指
這道斜陽,就連這斜陽,
都無法再從他們身上移開

這位婦人走上前來,將包袱中的東西
攤開給大家看,接著她說:

「七個軍人把他從醫院病床拖了出去
七個軍人把他帶到了樹林邊割斷他咽喉
七個敵人斬殺著,一顆頭砰然落地、
不停滾動,直到鮮血四濺一片死寂
滿嘴砂土的靜止在草叢中」

「這痛楚如今就包覆在此,就在這裹屍殘布中,
他才二十一歲。看看他的臉吧:多麼英俊的男孩子」

修剪整齊的樹叢,一個挨著一個
像一排古老的雕像,年復一年
這麼久以來,立在庭院。黑暗開始趨向沉默
開始趨向一致
而在遠處有一座城市,可以看見那邊的:光之書法——
火燄被塗鴉在天際
一筆一劃兆示著
不祥的字句

似乎再沒有任何事情能解脫我們
一位警官坐著不動,正夢著他的孩子們,那孩子
正對他講著櫻桃初熟落肩頭的情景
他們都不在了,他低語,不在了

然而彷彿有人正在呼喊著上帝,聲音傳自於
左側牆面的通風口,在雷雨聲中,疾呼死亡來了,
斥喝死亡走開,這嗖嗖聲像一陣
模糊不清的祝禱,
沉痛,如過往的祈禱殘留的餘音

我們還有什麼得以施為的呢?
那位母親包起了攜自扎格拉布的頭顱
又上路了

無人自願送她一程
在彼端,在將至的遠處,方向失去了,啟明星消失了
星晨彷彿只是些殘礫,並在東方
在東方的每一處,粉碎

而她大概能料到下個城市的名字

 

* 札格拉布(Zagreb)為克羅埃西亞(Croatia)的首都。克羅埃西亞人於1991年企圖從南斯拉夫聯邦獨立時,與塞爾維亞人主導的聯邦政府爆發軍事衝突,展開了長達五年的克羅埃西亞戰爭,直到1995年才告結束,過程中雙方軍隊都犯下了種族屠殺的暴行。

 

Xanana Gusmao.gif

沙納納.古斯芒

 

** 沙納納.古斯芒 (Kay Rala Xanana Gusmão, 1946-  ),被尊稱為東帝汶國父。他在1975年印尼占領東帝汶後加入反印尼游擊隊,1981年成為「東帝汶獨立革命陣線」領導人,1992年遭印尼軍警逮捕監禁。1999年聯合國在東帝汶舉行公民投票,古斯芒於投票前夕獲釋,2002年當選東帝汶獨立後的首任總統。


Goenawan Mohamad, Laksmi Pamuntjak, ed. & trans., Goenawan Mohamad: Selected Poems, Jakarta: KataKita Publishing, 2004, pp. 70-73.

 

 

Zagreb
--Goenawan Mohamad (1941-  ), translated by T.E. Behrend

for Xanana Gusmao

The woman comes, package in hand,
having traveled far from Zagreb.
The woman comes, package in hand, its contents a severed head,
and to the immigration official who examines her says,
“This is my son.”

On the landing of the border control office,
Her voice is an open wound.
People turn and stare.
The daylight becomes anxious.

A clock on the table appears to indicate
that twilight, even twilight
will never again be able to leave them.

The woman approaches, and while displaying
the contents of her package, she says:

“Seven soldiers dragged him from his hospital bed,
seven soldiers took him to the edge of a wood and slit his throat,
seven enemies killing, a single head plopping and
rolling and only stopping and silent when its blood-spattered
mouth bit into a clump of sand in the weeds.”
 
“That pain is now wrapped up here, in this leftover piece of
shroud. He was just 21. Look at his face: a handsome boy.”

Well-trimmed plane trees gather ‘round
like the ancient statues that for centuries-long
have stood watch in the courtyard. The dark grows quiet,
more uniform
and in the distance is a city, or so it seems: luminous
calligraphy—
jots of fire on the horizon,
symbols in script,
ominous words.

Nothing, it seems, can make us free.
The seated officer, who is motionless, daydreams of his children;
one tells him of the first strawberry patch that had appeared on
his shoulder. They no longer exist, he whispers, no longer exist.

Yet it seems that someone is shouting god’s name, through the
vent of the left-hand wall, calling for death’s arrival in the
thunderous rain, cursing the devil, in a breath like
a muffled plea,
a burning pain, vestigial prayer.

And now what? What shall we do after this? The woman
rebundles the head she has carried from Zagreb and makes her
way to the road.

No one offers to accompany her.
Out there, over the distant horizon, directions disappear, the
morning star disappears. Stars may be just so many ruins, and
east, wherever east might be, is destroyed.

But she probably knows the name of the next city.

 


Zagreb
--Goenawan Mohamad (1941-  )

untuk Xanana Gusmao

Ibu itu datang, membawa sebuah bungkusan,
datang jauh dari Zagreb.
Ibu itu datang, membawa bungkusan, berisi sepotong kepala, dan
berkata kepada petugas imigrasi yang memeriksanya:
"Ini anakku."

Suaranya tertoreh
di beranda kantor tapal batas. Orang-orang menoleh.
Cahaya cemas.

Jam di atas meja itu seakan-akan menunjuk
bahwa senja, juga senja,
tak akan bisa lagi meninggalkan mereka.

Lalu ibu itupun mendekat, dan ia perlihatkan
isi bungkusannya, dan ia bercerita:

"Tujuh tentara menyeretnya dari ranjang rumah sakit,
tujuh tentara membawanya ke tepi hutan dan menyembelihnya,
tujuh musuh yang membunuh sebuah kepala yang terguling dan
menggelepar-gelepar dan baru berhenti, diam, setelah mulutnya yang
berdarah itu menggigit segenggam pasir di sela rumputan.”

“Kesakitan itu kini terbungkus di sini, dalam sisa kain kafan
Umurnya baru 21 tahun. Lihat wajahnya. Anak yang rupawan."

Pohon-pohon platan yang terpangkas, berkerumun
seperti patung-patung purba, bertahun-tahun
lamanya, di pelataran. Gelap mulai diam,
mulai seragam
dan di kejauhan ada sebuah kota, kelihatannya: kaligrafi cahaya—
coretan-coretan api pada ufuk,
isyarat dalam abjad,
kata-kata buruk

Tak ada yang membikin kita bebas rasanya.
Opsir itu pun terduduk, memimpikan anak-anak, oknum yang
bercerita tentang cheri pertama yang jatuh ke pundak.
Mereka tak ada lagi, bisiknya, tak ada lagi.

Hanya seakan ada yang meneriakkan tuhan, lewat lubang
angin di tembok kiri, ke dalam deru hujan, menyerukan ajal,
memekikkan ajal, dan desaunya seperti sebuah sembah
yang tak jelas,
nyeri, sebuah doa dalam bekas.

Apa yang ingin kita lakukan setelah ini?
Ibu itu: ia membungkus kembali kepala yang dibawanya,
dari Zagreb, dan melangkah ke jalan.

Orang-orang tak menawarkan diri untuk mengantarkan.
Di sana, di akanan kejauhan, arah raib, zuhrah raib.
Bintang barangkali hanya puing, dan timur,
di manapun timur, hancur.

Tapi barangkali ia tahu apa nama kota berikutnya.

arrow
arrow
    全站熱搜

    kamadevas 發表在 痞客邦 留言(0) 人氣()